PETA DAERAH SOSIOLINGUISTIK BAHASA NASAL
KECAMATAN MAJE-NASAL KABUPATEN KAUR
Keterangan dari:
1. Desa Tanjung Agung 425.000 Jiwa
2. Desa Tanjung Baru 1.050.000 Jiwa
3. Desa Tanjung Betuah 825.000 Jiwa
4. Desa Tanjung Kaluih/Gedung Menung 400.000 Jiwa
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa Nasal hingga kini masih dipergunakan dengan baik oleh masyarakat penuturnya di Kecamatan Nasal dan Kecamatan Maje Kabupaten Kaur. Bahasa Nasal mempunyai fungsi dan kedudukan yang sangat penting bagi masyarakat pemakainya, karena dipakai sebagai : (1) Alat komunikasi dalam lingkungan keluarga, (2) Alat komunikasi dalam masyarakat, (3) Sebagai lambang identitas. Bahasa Nasal sebagai alat komunikasi lisan, memiliki kaidah tersendiri untuk menyapa seseorang anggota masyarakat Nasal. Dalam bahasa Nasal terdapat sejumlah pengenal yang menuntun penyapa untuk memilih kata sapaan yang akan digunakan.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini adalah sebagai bahan untuk inventarisasi dan dokumentasi bahasa Nasal dalam upaya untuk memperkaya khazanah kebudayaan daerah. Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Dapat digunakan untuk membina dan mengembangkan bahasa Nasal sebagai usaha untuk melestarikan kebudayaan daerah. (2) Dapat memberi sumbangan berharga dalam upaya pengajaran dan pengembangan bahasa nasional umumnya dan kebudayaan daerah Nasal khususnya.
1.5 Definisi Istilah
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Sosiolinguistik
Sosiolinguistik adalah studi atau pembahasan dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat. Boleh juga dikatakan bahwa sosiolinguistik mempelajari dan membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan (variasi) yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan fakto-faktor kemasyarakatan (sosial).
2.2. Pengertian Kata Sapaan
Untuk mendapatkan gambaran apa yang dimaksud dengan kata sapaan, kita harus melihat beberapa faktor yang berhubungan dengan kata pesapa itu sendiri. Sapaan itu akan muncul dalam situasi pembicaraan, yang sekurang-kurangnya menurut dua arah yaitu pembicara dan pendengar. Beberapa ahli bahasa menggolongkan kata sapaan ke dalam kata ganti. Kata ganti merupakan salah satu fenomena sosiolingustik yang juga merupakan bagian dari lingkup kajian linguistik.
2.3. Faktor Situasional
Dalam sosiolinguistik hal yang dibicarakan adalah hubungan antara bahasa dengan penggunaannya di dalam masyarakat, yaitu adanya hubungan antara bentuk-bentuk bahasa tertentu, yaitu disebut variasi, ragam atau dialek dengan penggunaannya untuk fungsi-fungsi tertentu di dalam masyarakat.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Dengan menggunakan metode deskriptif diharapkan dapat dibuat gambaran-gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat bahasa yang diteliti tersebut dengan pemakaian bahasa yang ada. Dengan menggunakan metode deskriptif ini akan didapat gambaran yang benar-benar sesuai dengan yang diinginkan dari tujuan penelitian ini, yaitu untuk memperoleh tentang bentuk sapaan bahasa Nasal, serta pemakaiannya yang dikaitkan dengan dimensi sosial.
3.2 Data dan Sumber Data
Untuk menentukan penutur sebagai seorang informan tidak mementingkan banyaknya, tetapi yang lebih diutamakan adalah kualitas dari informasi tersebut.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
(1) Teknik SLC (Teknik Simak Libat Cakap)
(2) Teknik SLBC (Teknik Simak Bebas Libat Cakap)
3.4 Teknik Analisis Data
(1) Transkripsi data
(2) Klasifikasi data
(3) Interpretasi
(4) Kesimpulan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Bentuk Sapaan dalam Bahasa Nasal
Masyarakat penutur asli bahasa Nasal seperti halnya masyarakat di daerah di Indonesia dalam bersosialisasi dengan lingkungannya tidak terlepas dari penggunaan bentuk sapaan. Setiap penutur selalu memperhitungkan kepada siapa ia akan berbicara, di mana dan mengenai masalah apa.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan kata sapaan dalam bahasa Nasal dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yaitu : bentuk sapaan kekerabatan, bentuk sapaan umum, bentuk sapaan untuk kalangan agama, dan bentuk sapaan berdasarkan pekerjaan atau jabatan.
4.1.1 Bentuk Sapaan Berdasarkan Hubungan Kekerabatan
Kekerabatan dalam penelitian ini berarti apabila ada pertalian darah atau pertalian perkawinan. Hal tersebut dalam bahasa Nasal memiliki kata sapaan yang tersendiri, Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan melalui informan, bahwa dalam bahasa Nasal mengenal beberapa kata sapaan berdasarkan hubungan kekerabatan, yaitu sebagai berikut :
4.1.1.1 Hubungan kekerabatan berdasarkan keturunan berurutan (Vertikal )
Urutan dalam keturunan mengakibatkan munculnya kata sapaan, berdasarkan garis keturunan berikut :
Puyang = ( Orang tua Piyut)
Piyut = ( Orang tua Tuyuk)
Tuyuk = ( Orang tua Kakek/ Nenek)
Tamong = (Kakek)
Sawo = (Nenek)
Bak = (Bapak)
Mak = (Ibu)
Anak = (Anak)
Cucung = (Cucu)
Tuyuk = (Anak cucu)
Berdasarkan kata sapaan di atas, garis keturunan keluarga dalam bahasa Nasal adalah lima orang ke atas dan tiga orang ke bawah. Jika di runut ke atas, orang tua kita disebut Bak dan Mak, orang tua Bak dan Mak disebut Tamong/Sawo,kemudian naik terus berturut-turut adalah Puyang, Piyut, dan Tuyuk. Jika di selusuri ke bawah, Anak ‘anak’, selanjutnya adalah Cucung, kemudian ke bawah adalah Tuyuk.
Uraian tersebut dapat digambarkan ke dalam diagram silsilah sebagai berikut :
Berikut ini penjelasan dan contoh pemakaian kata sapaan tersebut dalam tuturan sehari-hari :
Puyang
Puyang dipakai untuk menyapa orang tua piyut. Kata sapaan puyang berfungsi sebagai sebutan dalam percakapan tak langsung. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa bentuk sapaan puyang sangat jarang ditemui secara langsung, hal ini disebabkan urutan keturunan yang sangat jauh antara puyangdengan generasi sekarang. Kata sapaan puyang hanya bersifat teoritis karena dalam percakapan sehari-hari tidak dapat di jumpai lagi. Hal ini mengingat perbedaan jarak antara usia yang terlampau jauh, sehingga tidak memungkinkan lagi bagi puyang dan keturunannya dapat saling berkomunikasi umumnya mereka telah meninggal dunia.
a. Piyut
Piyut dipakai untuk menyapa orang tua tuyuk. Kata sapaan piyut berfungsi sebagai panggilan dan sebutan. Kata sapaan piyut sama halnya dengan sapaanpuyang, juga bersifat teoritas karena dalam percakapan sehari-hari tidak dapat di jumpai lagi. Hal ini mengingat perbedaan jarak dan usia yang terlampau jauh, sehingga tidak memungkinkan lagi bagi piyut dan keturunanya dapat saling berkomunikasi umumnya mereka telah meninggal dunia.
b. Tuyuk
Tuyuk dipakai untuk menyapa orang tua kakek-nenek dari Bak/Mak. Kata sapaantuyuk berfungsi sebagai panggilan dan sebutan. Dalam percakapan sehari-hari pemakaian kata sapaan tuyuk jarang ditemukan lagi. Hal ini mengingat perbedaan jarak dan usia yang jauh, sehingga tidak memungkinkan lagi bagi tuyuk dan keturunannya dapat saling berkomunikasi. Umumnya mereka telah meninggal dunia.
c. Tamong
Tamong dipakai untuk menyapa kakek atau orang tua laki-laki ayah-ibu. Pemakaian kata sapaan tamong ada kalanya disingkat menjadi Mong.
d. Sawo
Sawo dipakai untuk menyapa nenek atau orang tua perempuan ayah-ibu. Pemakaian kata sapaaan Sawo.
e. Bak
Bak dipakai untuk menyapa bapak/ayah. Kata sapaan Bak digunakan sebagai percakapan langsung, dan sebutan dalam percakapan tak langsung.
f. Mak
Mak dipakai untuk menyapa ibu. Kata sapaan mak digunakan dalam percakapan langsung dan tak langsung, dalam pemakaian sehari-hari kata sapaan Mak.
g. Anak
Anak dipakai untuk menyapa anak. Dalam pemakaian sehari-hari kata sapaanAnak biasa disingkat menjadi Nak.
h. Cucung
Cucung dipakai untuk menyapa cucu. Kata sapaan cucung berfungsi sebagai panggilan dalam percakapan langsung, dan sebagai sebutan dalam percakapan tak langsung. Pemakaian sehari-hari kata cucung biasa di singkat menjadi cung. Dan untuk menyebut cucung bisa disebut dengan nama cucu tersebut.
i. Tuyuk
Tuyuk dipakai untuk menyapa anak dari Cucu. Kata sapaan Tuyukdigunakan sebagai sebutan dalam percakapan tak langsung.
4.1.1.2. Hubungan kekerabatan berdasarkan keturunan tidak berurutan (Horizontal)
Yang di maksud dengan hubungan kekerabatan berdasarkan keturunan tidak berurutan (Horizontal) dalam penelitian ini adalah orang-orang atau anak-anak yang masih mempunyai hubungan silsilah keturunan dari satu ayah dan satu ibu.
a. Dang
Dang adalah kata sapaan untuk menyapa kakak laki-laki tertua dalam percakapan langsung.
b. Udo
Udo adalah kata sapaan untuk menyapa kakak laki-laki nomor dua dalam percakapan langsung.
c. Dongah
Dongah adalah kata sapaan untuk menyapa kakak laki-laki nomor tiga dalam percakapan langsung.
d. Cik
Cik adalah kata sapaan untuk menyapa kakak laki-laki bungsu dalam percakapan langsung.
e. Wo
Wo adalah kata sapaan untuk menyapa kakak perempuan tertua dalam percakapan langsung.
f. Ceudo
Ceudo adalah kata sapaan untuk menyapa kakak perempuan nomor dua dalam percakapan langsung.
g. Ceengah
Ceengah adalah kata sapaan untuk menyapa kakak perempuan nomor tiga dalam percakapan langsung.
h. Cucik
Cucik adalah kata sapaan untuk menyapa kakak perempuan bungsu dalam percakapan langsung.
i. Peuwo
Peuwo dipakai untuk menyapa paman atau menyebut saudara laki-laki ayah maupun ibu (orang tua penutur).
j. Meuwo
Meuwo dipakai untuk menyapa bibi atau menyebut saudara perempuan ibu. Kata sapaan Meuwo digunakan dalam percakapan langsung dan tak langsung, atau sebagai panggilan dan sebutan.
4.1.1.3. Hubungan kekerabatan berdasarkan hubungan perkawinan.
Kata sapaan berdasarkan hubungan perkawinan dalam penelitian ini adalah kata sapaan yang digunakan oleh anak-anak yang masih mempunyai hubungan persaudaraan yang disebabkan adanya perkawinan.
a. Rhagahku
Rhagahku dipakai untuk menyebut suami. Sapaan Rhagahku ini digunakan istri untuk menyebut suami, baik pada pasangan yang belum mempunyai anak maupun untuk pasangan yang sudah memiliki anak. Kata sapaan Rhagahkudigunakan sebagai sebutan dalam percakapan langsung. Bagi pasangan yang telah memiliki anak, suami dapat dipanggil dengan menggunakan kata Bak yang diikuti dengan nama anaknya.
b. Bibaiku
Bibaiku dipakai untuk menyebut istri. bagi pasangan yang telah memiliki anak, istri dapat dipanggil dengan menggunakan kata Mak yang diikuti dengan nama anaknya.
c. Mentuho
Mentuho dipakai untuk menyapa mertua atau orang tua istri maupun suami. Kata sapaan Mentuho dipakai sebagai sebutan dalam percakapan tak langsung. Untuk memanggil mertua dalam percakapan langsung digunakan kata Bak untuk mertua laki-laki dan Mak untuk mertua perempuan.
d. Anak Menantu/Nama Diri
Anak Menantu dipakai untuk menyapa suami maupun istri dari anak. Untuk memanggil anak menantu dalam percakapan langsung digunakan nama diri. Sedangkan dalam percakapan tak langsung digunakan kata sapaan Anak menantu.
e. Temudo/Ceuwo
Temudo/Ceuwo dipakai untuk menyapa suami kakak baik laki-laki (Temudo)maupun perempuan (Ceuwo). Kata sapaan Temudo/Ceuwo berfungsi sebagai sebutan dalam percakapan langsung. Sedangkan dalam percakapan tak langsung menggunakan kata sapaan Temudo/Ceuwo.
4.1.2 Bentuk Sapaan Umum
a. Gusi
Gusi dipakai untuk menyapa orang laki-laki maupun perempuan yang lebih tua dari pembicara misalnya kakek/nenek. Dalam pemakaian sehari-hari kata sapaanGusi.
b. Pakwo
Pakwo dipakai untuk menyapa orang laki-laki yang setingkat dengan ayah pembicara di luar sistem kekerabatan. Dalam pemakaian sehari-hari kata sapaanPakwo.
c. Makwo
Makwo dipakai untuk menyapa perempuan yang setingkat dengan ibu pembicara. Dalam pemakaian sehari-hari kata sapaan Makwo.
d. Dang
Dang dipakai untuk menyapa orang laki-laki yang lebih tua sedikit dari pembicara atau yang setingkat dengan kakak laki-laki pembicara.
e. Wo
Wo dipakai untuk menyapa perempuan yang lebih tua sedikit dari pembicara atau yang setingkat dengan kakak perempuan pembicara.
f. Indai
Indai dipakai untuk menyapa orang yang sebaya dengan penyapa. Dalam percakapan sehari-hari biasanya disingkat Ndai.
g. Nama diri
Nama diri dipakai untuk menyapa anak laki-laki maupun perempuan yang lebih muda dari pembicara atau orang-orang yang sebaya dengan adik laki-laki pembicara.
h. Cucung
Cucung dipakai untuk menyapa orang lain yang usianya sebaya dengan cucu (laki-laki dan perempuan). Dalam pemakaian sehari-hari biasanya menggnakan nama diri.
4.1.3 Bentuk Sapaan untuk Kalangan Agama
a. Imam/Pak Imam
b. Ustad/ pak ustad
c. Khatib atau Pak Khatib
d. Pesirah
e. Mente’ri
4.1.4 Bentuk Sapaan yang Berkaitan dengan Pekerjaan
a. Ghuru ‘Ghuru’
b. Pati ‘Kepala desa’
4.2 Pembahasan
4.2.1. Penggunaan bentuk sapaan dalam bahasa Nasal yang dikaitkan dengan dimensi sosial
4.2.1.1. Usia
Faktor usia menentukan bentuk sapaan yang akan digunakan, baik dalam sapaan kekerabatan, umum, pekerjaan/jabatan, maupun kalangan agama. Misalnya penyapa ingin menyapa paman atau saudara ayah maupun ibu.
4.2.1.2. Kekerabatan
Sistem kekerabatan masyarakat Nasal tidak ditentukan dari pihak ayah maupun pihak ibu, keduanya merupakan kerabat dalam masyarakat penutur asli bahasa Nasal tidak ada perbedaan dalam menyebut saudara ayah (laki-laki dan perempuan) keduanya menggunakan bentuk sapaan yang sama. Baik itu dalam sistem kekerabatan maupun di luar kekerabatan. Misalya penutur ingin menyapa bibi atau saudara ayah/ibu, maupun yang bukan saudara atau bukan anggota kerabat.
4.2.1.3. Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin juga mempengaruhi pemilihan bentuk sapaan yang akan digunakan dalam bertutur sapa. Namun, perbedaan pemakaian bentuk sapaan ini tidak terlalu spesifik, perbedaannya hanya dalam bentuk umum seperti dalam bahasa Indonesia yaitu penggunaankata pak atau buk.
4.2.1.4. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang dalam masyarakat juga mempengaruhi pemakaian bentuk sapaan, terhadap seseorang yang mempunyai kedudukan penting meski usianya lebih muda dari penyapa, maka penyapa dapat menyapa tersapa dengan sapaan bapak atau ibu.
4.2.1.5. Urutan generasi
Tingkat urutan generasi penyapa dan tersapa juga menentukan bentuk sapaan yang akan digunakan. Hal ini terlihat dalam penggunaan sapaan terhadap orang-orang yang usianya lebih muda kepada tersapa yang usianya lebih tua. Ini disebabkan oleh urutan generasi tersapa lebih tinggi derajatnya dari pada penyapa oleh karena itu, penyapa menggunakan bentuk sapaan untuk menyebut tersapa yang lebih muda. Misalnya penyapa ingin menyapa saudara sepupu ibu yang lebih muda dari penyapa.
4.2.2. Penggunaan bentuk sapaan dalam bahasa Nasal yang dikaitkan dengan faktor situasional.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Nasution (1994) bahwa setiap penutur selalu memperhitungkan kepada siapa ia akan berbicara, dimana mengenai masalah apa. Berikut akan dibahas beberapa faktor situasional yang mempengaruhi penggunaan bentuk sapaan dalam bahasa Nasal.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan dalam sistem tutur sapa bahasa Nasal sebagai berikut :
1. Bentuk sapaan dalam bahasa Nasal ada beberapa bentuk
a. Bentuk sapaan kekerabatan, meliputi :
1) Bentuk sapaan berdasarkan keturunan atau sapaan vertikal, yakni:puyang, piyut, tuyuk, tamong, sawo, bak, mak, anak, cucung, tuyuk.
2) Bentuk sapaan berdasarkan keturunan dan jenis kelamin atau sapaan horizontal, yakni: dang, udo, dongah, cik, wo, ceudo, ceengah cucik, peuwo, meuwo.
3) Bentuk sapaan berdasarkan hubungan perkawinan, yakni: rhagahku, bibaiku, mentuho, anak menantu/nama diri, temudo/ceuwo.
b. Bentuk sapaan umum, yakni: gusi, pakwo, makwo, dang, wo, indai, nama diri, cucung.
c. Bentuk sapaan untuk kalangan agama, yakni : imam/pak imam, ustad/pak ustad, khatib/pak khatib.
d. Bentuk sapaan berdasarkan pekerjaan atau jabatan, yakni: ghuru/pak ghuru/bu ghuru, pati.
2. Penggunaan bentuk sapaan bahasa Nasal dikaitkan dengan dimensi sosial dan faktor situasional
Kata sapaan dalam bahasa Nasal dalam pemakaiannya dikaitkan dengan dimensi sosial yang berupa : usia, kekerabatan, jenis kelamin, tingkat pendidikan serta urutan generasi, dan faktor situasional yang berupa : kepada siapa akan berbicara, di mana, mengenai dan masalah apa.
5.2 Saran
Beberapa saran yang dapat diajukan penulis adalah :
1. Penelitian ini diharapkan dapat mendorong para peneliti lain untuk meneliti berbagai aspek yang ada dalam bahasa Nasal secara menyeluruh dengan menemukan hal-hal yang belum terungkap di dalam penelitian yang dilakukan, sehingga bahasa Nasal dapat lebih di kenal dan tetap dipertahankan keberadaannya sebagai kebudayaan daerah.
2. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan pembaca dalam memahami penggunaan sapaan dalam bahasa Nasal.